Antara Al-Quran dan Heurmenetika
Kondisi keimanan masyarakat pada abad ini
semakin memprihatinkan. Sejak runtuhnya kekhalifahan (Turki Utsmani) Islam pada
tahun 1924. Hukum Islam tidak lagi menjadi sebuah aturan yang wajib ditaati.
Bahkan sebagian masyarakat Islam meninggalkan hukum dan aturan yang berusmber
dari Al-Quran dengan menggantikannya dengan hukum-hukum Thagut. Sehingga pada
umumnya masyarakat telah mempercayai hukum-hukum yang bersumber dari Barat.
Mereka menganggap bahwa hukum Islam adalah hukum zaman dahulu, tidak sesuai
dengan kondisi zaman sekarang. Padahal Barat sendiri bisa maju saat ini karena menjiplak
ajaran dan ilmu Islam.
Namun, kejayaan-kejayaan Islam pada masa
lalu hanya tinggal sejarah. Sebagian masyarakat hampir melupakan sejarah besar
Islam pada masa kejayaannya.
Saat ini, Al-Quran telah dikesampingkan.
Terjadi pemisahan antara Agama dan Pemerintahan. Agama hanya sekedar ritual
pribadi sehingga tidak bisa ikut campur dalam urusan-urusan lain. Inilah yang
terjadi pada masyarakat kita. Hal tersebut merupakan pemahaman liberal dan
acapkali merusak pemikiran para generasi muda. Semuanya tidak terlepas dari
peran Orientalis Barat yang ingin menghancurkan umat Islam. Upaya yang
dilakukan para Orientalis adalah mencemarkan Islam, mendistorsi ajarannya,
menyelewengkan syari’atnya, mengacaukan pemahaman Islam, melemahkan aqidah umat
Islam dan melecehkan peradabannya. Upaya tersebut telah memunculkan riset ke
berbagai ranah keislaman yang disebut dengan studi Islam (Islamic stidies).
Meski berkedok penelitian dan riset, kerja orientalis lahir dari kerangka
filsafat Barat. Hingga tak heran jika sintesa dan konklusi yang dilahirkan
justru mendistorsi ajaran Islam.
Dizaman globalisasi ini, muncul gejala
kritik Al-Quran yang menjadi kebanggaan. Bahkan itu terjadi di kalangan sarjana
muslim sendiri. Metode ini disebut dengan Heurmenetika. Heurmenetika adalah
metode interpretasi teks secara umum yang berasal dari tradisi Kristen atau Yahudi
yang kemudian diadopsi oleh para teolog dan filsuf Barat modern untuk
menafsirkan teks Bible dan doktrin teologis Kristen yang mengandung banyak
sekali masalah di mata para cendikiawannya sendiri.
Menurut Dr. Adian Husaini, dalam bukunya
yang berjudul Wajah Peradaban Barat, fenomena merebaknya Heurmenetika (kritik
Al-Quran) dikalangan akademisi Islam juga tidak terlepas dari hegemoni
pemikiran barat (orientalis) dalam studi Islam. Banyak sarjana muslim yang
bangga karena merasa menemukan sesuatu yang baru. Karena merasa ‘mainan baru’
ini akan membawa kemaslahatan umat, maka ‘barang lama’ berupa tradisi Islam di
kecam dan mau dicampakkan begitu saja.
Padahal Al-Quran merupakan wahyu Allah,
kalam (perkataan) Allah yang disampaikan kepada Rasulullah saw untuk seluruh
umat manusia. Dan Al-Quran itu sendiri merupakan kitab penyempurna dari
kita-kitab terdahulu (Injil, Taurat, Zabur). Keotentikan Al-Quran sudah tidak
bisa kita ragukan lagi. Karena Allah sendiri yang mengatakan bahwa Al-Quran
telah sempurna dan Allah sendiri yang menjaganya dari pemalsuan dan penambahan
dari tangan-tangan orang kafir.
Jika Al-Quran ditafsir secara serampangan (tidak memperhatikan
syarat-syarat mufassir, adab mufassir, metode tafsir, dan lain-lain) maka akan
muncul ketidakpercayaan terhadap kitab-kitab Allah. Sehingga keimanannya perlu
dipertanyakan.
Tidak ada komentar