Kembali Kepada Keilmuan Islam
Antara Islam dan ilmu pengetahuan hampir tidak pernah terpisah. Dari zaman Rasulullah, kaderisasi ilmu berjalan bergandengan dengan semestinya.
Ustadz Dr. Daud Rasyid, MA memaparkan dalam orasi ilmiahnya mengenai Islam yang mendudukan Ilmu sebagai sesuatu yang mulia. Dalam kalamullah dijelaskan tidak sama orang yang memiliki pengetahuan dengan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan.
Para sahabat dalam waktu yang sama menjadi da'i sekaligus ulama. Hampir seluruh sahabat menjadi sumber-sumber ilmu meski mereka memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ini menjelaskan bahwa antara ilmu dan ad-Din tidak pernah terpisah yang turun-temurun dan tidak dapat dijumpai pada agama di luar selain Islam.
Islam begitu memuliakan ilmu. Ungkapan Rasulullah yang mengatakan "Marhaban bi tholibil ilmi" membuktikan hal tersebut. Bahkan, para ilmuwan terkagum dengan produk pengetahuan Islam. Tidak ada yang bisa menandingi manuskrip Islam. Tidak ada yang bisa menandingi bahasa Arab dalam Islam. Tidak perlu mencontoh bangsa Barat. Karena sesunguhnya merekalah yang mencontoh Islam. Hal ini dapat dilihat pada istilah college yang berasal dari bahasa Arab "kulliyyah".
Islam membawa perubahan bagi bangsa-bangsa Eropa. Islam melahirkan pemikir-pemikir bidang kemanusiaan di setiap zaman. "Anda bisa lihat bentuk-bentuk universitas di Barat. Dari kejauhan persis seperti kubah masjid," ucap Dr. Daud dalam acara wisuda ke-VIII STID Mohammad Natsir sabtu (06/10/18)
Konsep berpikir tajribi (eksperimen) dalam Islam dapat mengalahi konsep pemikir filsafat barat dengan diskusi dan dialektif yang dilakukan oleh Yunani dan kaum intelek Yunani menyadari hal tersebut. Terjadi sesuatu yang terbalik. "Kita punya emas diambil dan kita mengambil besi, mereka menjajah keseluruh negara Muslim tak terkecuali negara Asia Tenggara, Indonesia. Dari sinilah masuk paham-paham termasuk sekularisme" papar Dr. Daud.
Kekuasaan adalah kekuatan paling efektif untuk melakukan perubahan. Pihak yang terjajah cenderung tergantung pada pihak yang menjajah. "Ilmuwan yang dijajah bisa lebih ekstrim daripada yang menjajah," tambah beliau pada pagi menjelang siang itu.
Di akhir orasi, beliau berpesan bahwa sebagai wisudawan dan wisudawati STID yang mencetak da'i dan ilmuwan secara bersamaan, harus menumbuhkan ikhlas dan tajahud, Assaqofah (kelimuwan) jangan mencukupkan semata-mata ilmu dan buku yang anda pelajari di kampus. Khas STID adalah dakwah. Maka, tingkatkan kemampuan dalam berdakwah; khitobah dan kitabah. Ingat "Alwajibat aksar minal awkot" Tugas lebih banyak daripada waktu yg tersedia.
Beliau kemudian mengajak para hadirin untuk mengembalikan metedologi kepada manhaj salaf yaitu kembali kepada manhaj yang ditinggalkan Rasulullah. Manhaj yang melahirkan para mujtahidin.
(Nuha Bilqisti)
Tidak ada komentar