Katakanlah Walau Pahit
Berkata
Ali radiyallahu ‘anhu; “Orang yang hanya diam atas sebuah kebathilan
maka dia adalah syaithan yang bisu, dan jika dia menyeru pada kebathilan maka
dia adalah syaithan yang berbicara,” Betapa kebenaran sangat dijunjung tinggi
dalam Islam, selagi itu benar maka tak perlu takut untuk mengatakannya.
Rasulullah sang qudwah hasanah pun bersabda:”Barangsiapa diantara kalian
melihat kemungkaran, maka cegalah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka
dengan lidahnya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, maka ini adalah
selemah-lemahnya iman,”(H.R Muslim).
Mengapa
kemungkaran banyak menyebar ditengah ummat dewasa ini? Salah satu faktornya
adalah; sedikitnya mereka yang mau mengatakan yang HAK ditengah merebaknya
kebathilan, nyali kaum Muslimin kini sudah mulai menciut untuk mencegah
kemungkaran disekitarnya. Seorang ayah tidak menasihati anak gadisnya untuk
menutup aurat ketika keluar rumah, seorang atasan tidak menegur karyawannya
yang masih bekerja ketika adzan berkumandang, seorang mahasiswa tidak menegur
temannya yang berpacaran, dan sebagainya.
Mengapa
kita tidak mengatakannya? Takut dibenci? Takut dibilang sok alim? Penceramah?
Saudaraku, segala ketakutan itu hanya sementara dibandingkan dengan masa
pengadilan Sang Hakim di mahsyar nanti. Karena Allah akan menuntut segalanya
dari kita, apakah hak-hak seluruh manusia (agar dicegah dari kemungkaran) telah
kita tunaikan atau kita hanya mencari aman agar tidak digunjing dan dibenci?
Maka kita harus belajar dari masa ketika wahyu diturunkan kepada sang orator
kebenaran, Rasulullah ﷺ Allah Ta’ala
berfirman:”Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat,”(Asy-Syu’ara:214),
Maka Rasulullah segera mengumpulkan seluruh kabilah-kabilah Quraisy agar
mendengarkan da’wah beliau dari atas bukit Shafa,”Wahai manusia, sesungguhnya
aku adalah pemberi peringatan yang nyata, maka sembahlah Allah saja dan
tinggalkanlah berhala-berhala itu agar kalian selamat,”
Apakah yang
Rasulullah dapatkan pada akhirnya? Paman beliau sendiri Abu Lahab mendustakan
beliau didepan seluruh kabilah-kabilah Mekkah hingga Allah menurunkan surah
Al-Lahab sebagai penetapan adzab atasnya, dan betapa sabarnya beliau dalam
menghadapi konsekuensi atas orasi kebenarannya. Sungguh, kesabaran itu memang pahit,
namun hasilnya akan lebih manis daripada madu, maka bersabarlah dalam
menyampaikan kebenaran menuju jalan yang benar. (sumber:Ar-Rahiq Al-Makhtum,
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri).
(Miftahul
Jannah)
Tidak ada komentar