Saat Dadamu Sesak Karena Dipenuhi Hal Sepele
Saat Dadamu Sesak Karena Dipenuhi Hal-Hal
Sepele
Jangan pernah menerima adanya tempat gelap
dalam kehidupanmu. Sebab cahaya itu ada. Maka kamu wajib menghindari
keterplesetan. [1]
Banyak orang
yang dapat dengan mudah menemukan beban dalam hidupnya dan ada pula yang
merasakan hidupnya tanpa beban sedikitpun. Entahlah, jika harus memilih aku
sendiri lebih memilih satu kehidupan tanpa beban sedikitpun, namun Tuhan akan
terasa tiada jika aku tidak menemukan beban dalam hidupku ini.
Aku punya sisi
gelap, begitupun orang lain, begitulah cara kerja kehidupan manusia di planet
ini, entah jika di planet lain (aku tidak yakin, apa benar ada manusia di
planet lain selain di bumi?). Well .. setiap orang pernah menangis
kawan, bahkan ada juga yang merasa dirinya tiba-tiba merasa terhisap oleh
lumpur atau mungkin tertimpa ribuan gunung hanya gara-gara ucapan orang lain
ataupun kehilangan sesuatu dan seseorang. Entahlah, yang jelas aku sering
merasakannya, bahkan sempat terpuruk sendiri (tidak mungkin aku mengajak orang
lain untuk terpuruk bersama, beda feel-nya).
Then .. yang kulakukan tentu saja intospeksi diri,
mengapa air mataku begitu mudah menyembul hanya gara-gara ucapan tidak
berkualitas dari si dia ataupun mereka, apa karena aku jarang menangis? Oh ..
ayolah kawan bukan itu masalahnya. Hanya karena jarang menangis bukan berarti
hal itu yang membuat kamu mudah menangis. Aku telah menemukan jawabannya, itu
karena ada satu kata yang berawalan -i- dan berakhiran -n- yang menurun dalam
kehidupanku setiap detiknya (eitts .. tapi bukan ikan ya!! Jumlah hurufnya
memang sama , namun ada satu huruf yang salah tempat) yang kumaksud disini
adalah iman.
Iman .. dia
adalah kata kunci dari kebahagiaan manusia di bumi ini, kenapa aku yaqin?! Jelas,
karena aku sendiri yang membuktikannya. Dulu aku memiliki ketakutan yang akut
saat hendak menyapa dunia luar, namun ketakutan itu lenyap begitu saja, karena
Allah menuntunku saat aku meyaqininya. Dia menenangkan hatiku dengan kalamnya
yang terus menari-nari tanpa lelah dalam qalbuku. Tapi saat aku lupa maka
senandung itu pun semakin samar dan aku merasa tidak tenang. Karenanya aku
ingin selalu menarik kembali senandung itu karena dia memberi kenyamanan
sendiri dalam qalbuku, aku tidak ingin kehilangannya karena aku membutuhkannya
sebagai pengalih dari rasa sedih dan keinginanku untuk menangis.
(Sri Rahayu/Marwah)
[1] Mahmud al-Mishri, Jika Datang Pagi Hari Jangan
Tunggu Hingga Sore, jogjakarta: Najah, 2012, hal. 186
Tidak ada komentar