Menghancurkan Ghirah Sesama Tanpa Sadar
Menghancurkan Ghirah Sesama Tanpa Sadar
Seorang teman bercerita kepada saya tentang semangatnya nan tengah menggebu untuk
menyelesaikan kuliah hingga wisuda. Namun, ditengah semangatnya nan berkobar itu dirinya mengeluhkan sesuatu yang
nampak remeh namun dengan begitu mudah meruntuhkan ghirah yang selama ini dibangun dan dijaganya.
“Sepertinya
obrolan seputar pernikahan bikin semangat belajarku hilang.” Ujarnya yang
membuat saya tertegun karena sempat merasakan hal yang sama.
Fenomena
seperti ini sering kali terjadi, dan tentunya kita pernah dan bahkan sering menjadi pembicara untuk hal yang sakral seperti ini kepada siapapun.
Faktanya, banyak orang yang mengungkapkan hal yang bertema serius seperti ini tanpa melihat siapa lawan bicaranya, tanpa tahu kapasitas ilmu seseorang untuk menanggapi pembicaraan kita, atau kebijaksanaannya dalam memahami dan mencerna pembicaraan yang terjadi.
Bisa jadi pembicaraan tentang pernikahan tersebut memberikan efek negatif bagi orang yang kita ajak bicara, misalnya dia akan kehilangan fokus belajarnya karena memikirkan jodoh yang belum kunjung tiba hingga menyebabkan lamunan atau kegelisahan, dan pekerjaan yang lebih penting akan terbengkalai.
Faktanya, banyak orang yang mengungkapkan hal yang bertema serius seperti ini tanpa melihat siapa lawan bicaranya, tanpa tahu kapasitas ilmu seseorang untuk menanggapi pembicaraan kita, atau kebijaksanaannya dalam memahami dan mencerna pembicaraan yang terjadi.
Bisa jadi pembicaraan tentang pernikahan tersebut memberikan efek negatif bagi orang yang kita ajak bicara, misalnya dia akan kehilangan fokus belajarnya karena memikirkan jodoh yang belum kunjung tiba hingga menyebabkan lamunan atau kegelisahan, dan pekerjaan yang lebih penting akan terbengkalai.
Jadi,
apakah membicarakan pernikahan kepada seorang teman itu salah? Jawabannya tentu
tidak. Hanya saja tidak semua teman akan menjadi pendengar yang bijaksana, karena kedekatan emosional saja belum cukup. Kematangan berfikir dan bertindak merupakan unsur paling penting lainnya agar pembicaraan tersebut membuahkan manfaat bagi kedua belah pihak.
Rasulullah
ï·º telah memberikan kaidah untuk menjaga maslahat bagi kedua belah pihak yang
ingin bermusyawarah tentang suatu perkara agama. “Jangan ia ceritakan kecuali
kepada seorang bijak atau orang yang mencintai.” (H.R Abu Dawud).
Kesimpulannya, lebih baik kita berhati-hati dalam berdiskusi daripada menghancurkan ghirah sesama muslim tanpa sadar. (Miftah Sy./Marwah)
Kesimpulannya, lebih baik kita berhati-hati dalam berdiskusi daripada menghancurkan ghirah sesama muslim tanpa sadar. (Miftah Sy./Marwah)
Tidak ada komentar