Mengenali Mahram pada Hari Raya Lebaran (Idul Fitri)
Mengenali Mahram pada Hari Lebaran (Idul Fitri)
Hari raya idul fitri merupakan hari kemenangan bagi umat Islam atas nafsu dimedan jihad Ramadhan. Setelah berhasil menundukan nafsu, kita dapat kembali ke fitrah, yakni kembali ke asal kejadian, suci sebagaimana bayi yang baru lahir. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Setiap bayi yang dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.“ (H.R Bukhari)
Idul fitri juga popular dengan sebutan lebaran, lebaran berarti (lapang dada) dimana pada hari lebaran seluruh umat Muslim saling bermaaf-maafan atas kesalahan yang telah dilakukan.
Hari raya idul fitri atau hari lebaran merupakan momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah (habluminalllah) dan hubungan horizontal yakni membangun hubungan sosial dengan manusia secara baik (hablun minanas).
Nampaknya dalam hubingan horizontal ini banyak Muslim yang keliru dalam menyikapinya. Banyak muslim yang mengartikan dengan adanya lebaran kita diwajibkann jabat tangan berbaur dengan non mahram, padahal maksud dari hubungan horizontal tersebut adalah menjalin hubungan dengan baik dengan tuntunan syariat, bukan malah sebaliknya.
Tentunya hal ini terjadi atas dasar ketidaktahuan kita terhadap siapakah mahram dan non mahram bagi kita, oleh karena itu penting bagi umat Muslim untuk mengetahuinya. Oleh karena itu penulis akan memaparkan siapa sajakah mahram kita.
Berbica mengenai mahram maka tidak akan jauh dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 22-24. Sebelum berbicara lebih lanjut mari kita ketahui lebih dulu makna dari mahram. Mahrom adalah wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki. Mengenai mahrom ini telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). 22 Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.23 dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina."
Mahrom di sini terbagi menjadi dua macam: Pertama, Mahrom muabbad, artinya tidak boleh dinikahi selamanya; dan. Kedua, Mahrom muaqqot, artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal. Berikut penulis paparkan secara ringkas.
Pertama, Mahrom Muabbad
Mahrom muabbad dibagi menjadi tiga:
Pertama, Mahrom muabbad karena nasab ada tujuh wanita:
Ibu.
( yakni ibu kandungnya, ibu ayahnya, dan nenek dari jalur laki laki maupun perempuan.)
Anak perempuan ( anak perempuannya, cucu perempuannya dan terus sampai kebawah)
Saudara perempuan
Bibi dari jalur ayah (saudara perempuan dari ayah ke atas juga bibi dari ayahnya atau dari ibunya
Bibi dari jalur ibu
( saudara perempuan dari ibu ke atas, juga saudara perempuan dari ibu ayahnya.
Anak perempuan dari saudara laki-laki
Saudara pperempuan ( keponakan)
Kedua, Mahrom muabbad karena ikatan perkawinan (mushoro’ah) ada empat wanita:
Istri dari ayah (ibu tiri)
Ibu dari istri ( ibu mertua, ibu mertua mahram selamanya dengan hanya menikahi anaknya meski belum disetubuhi juga ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua)
Anak perempuan dari istri (anak tiri, bisa jadi mahram dengan syarat ia telah menyetubuh.i ibunya. Termasuk juga anak perempuan dari anak perempuan dari istri dan anak perempuan dari anak laki laki dari sitri).
Menantu ( istri dari anak laki-laki temasuk juga istri dari anak persusuan)
Ketiga, Mahrom muabbad karena persusuan (rodho’ah):
Wanita yang menyusui dari ibunya
Anak perempuan dari wanita yang menysusi (saudara persusuan)
Saudara perempuan dari wanita yang menysui ( bibi persusuan)
Anak dari saudara persusuan
Ibu dari suami dari wanita yang menyusui
Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui
Anak dari saudara persusuan
Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui
Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.
Adapun jumlah persusuan yang menyebabkan mahrom yakni lima persusuan atau lebih. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i, pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Atho’ dan Thowus. Pendapat ini juga adalah pendapat Aisyah, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Zubair.
Mahrom Muaqqot
Artinya, mahrom (dilarang dinikahi) yang sifatnya sementara. Wanita yang tidak boleh dinikahi sementara waktu ada delapan.
Saudara perempuan dari istri (ipar). Tidak bole menikahi ipar dalam satu waktu, hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama, akan tetapi jika istrinya meninggal atau si suami menceraikan istrinya, maka ipar tersebut boleh di nikahi.
Bibi dari jalur orang tua dari istri, hal ini berdasarkan sabda Nabi muhammmad ﷺ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا
“Tidak boleh seorang wanita dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu) -nya.” (HR. Muslim no. 1408)
Akan tetapi jika sang istri meninggal atau dceraikan maka sang suami boleh menikahi bibinya.
Istri yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk Islam.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.” (QS. An Nisa’: 24)
Jika seorang perempuan masuk islam dan suaminya masih dalam keadaan kafir, maka keislaman perempuan tersebut menyebabkan ia berpisah dengan suaminya yang kafir, hal ini berdasarka firman alla ﷻ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآَتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain. Al ini berdasarkan firman Allah ﷻ
فَإِنْطَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al Baqarah: 230)
Wanita musyrik sampai ia masuk Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah ﷻ
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)
Disini terdapat pengecualiaan bagi seorang laki-laki Muslim menikahi wanita ahli kitab. Ini dibolehkan berdasarkan firman Allah ﷻ
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS. Al Maidah: 5)
Begitu juga dengan wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab atau laki-laki kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah ﷻ
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Wanita pezina sampai ia bertaubat dan melakukan istibro’ (pembuktian kosongnya rahim).
Seorang muslim laki-laki tidak boleh menikahi wanita pezina sampai terpenuhi dua syarat yakni:
Pezina tersebut tela bertaubat, sebagaimana Allah ﷻ berfirman :
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin” (QS. An Nur: 3)
Ayat diatas menegskan bawa seorang laki-laki tidak boleh menikahi pezina karena wanita pezina hanya akan dinikahi oleh laki-laki pezina juga, akan tetapi jika wanita pezina tersebut bertaubat dengan taubatan nasuha maka taubat tersebutlah yang menghilangkan setatus dia sebagai wanita pezina, sebagaimana Nabi muammad ﷺ bersabda;
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
”Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali.” (HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Istibro’ yaitu menunggu satu kali haidh atau sampai bayi dalam kandungannya lahir. Inilah pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik. Inilah yang lebih tepat.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
“Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.”[2] (HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Wanita yang sedang ihrom sampai ia tahallul. hal ini berdasarkan sabda Nabi muhammad ﷺ
لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ وَلاَ يَخْطُبُ
“Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan untuk menikahkan, dinikahkan dan meminang.” (HR. Muslim no. 1409, dari ‘Utsman bin ‘Affan)
Dilarang menikahi wanita kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat. Sebagaimana Allah berfirman
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat” (QS. An Nisa’: 3)
Dilarang menikahi lebih dari empat istri bagi kaum muslimin. Kecuali Nabi ﷺ boleh menikahi lebih dari empat istri dan boleh menikah tanpa mahar.
Itulah pembahasan singkat mengenai mahram, jika kita telah mengetahui siapa saja mahram kita maka menjaga batasan terhadap non mahram adalah wajib khususnya di saat lebaran tentunya momentum dimana kita berkumpul dengan keluarga tetangga dimana hal tersebut mengharuskan kita untuk tetap berhubungan baik dengan manusia tanpa harus menyalahi syariat yg telah ada.
Itulah yang dapat penulis paparkan semoga bermanfaat bagi para pembaca. Baarakallahu fiikum.
Referensi
https://rumaysho.com/1015-siapakah-mahram-anda.html
https://republika.co.id, berita, makna idul fitri dan lebaran.online republika
(Ummi/MARWAH)
Tidak ada komentar